Pages

Jumat, 08 Mei 2015

Inovasi Teknologi Untuk Perubahan Iklim


Pertanian merupakan sektor yang mengalami dampak paling serius akibat perubahan iklim. Untuk itu, Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan berbagai inovasi teknologi pertanian untuk mengantisipasi dampak tersebut.
Perubahan iklim mengancam produksi pangan masyarakat lokal. Cuaca yang tak menentu membuat petani sulit memperkirakan waktu untuk mengelola lahannya.
"Untuk menekan dampak perubahan iklim terhadap produksi pertanian, berbagai inovasi teknologi telah dikembangkan oleh berbagai instasi terkait. Diantaranya mengembangkan teknologi Biofertilizer dan BilPeat untuk meningkatkan produksi ketersediaan pangan," katanya dalam diskusi "Inovasi Teknologi Pertanian untuk Ketahanan Pangan Menghadapi Perubahan Iklim", Rabu (1/3).

Menurut dia, teknologi merupakan elemen penting dalam menghadapi iklim seperti saat ini, selain itu memberikan dukungan di bidang pertanian agar dapat tercapainya ketahanan pangan nasional.
"Beberapa peran teknologi dalam membantu sektor pertanian menghadapi perubahan iklim antara lain menciptakan rekayasa sumberdaya genetik agar dapat menghasilkan bibit unggul, teknologi pengelolaan lahan dan air, biogas dan masih banyak lagi," katanya.

Sekjen DPP Perhimpunan Petani Nelayan Sejahtera Indonesia, Riyono yang juga hadir dalam diskusi tersebut mengatakan, perubahan iklim menjadi ancaman serius bagi dunia pertanian.
“Petani masih sangat minim memahami proses adaptasi (penyesuaian) terhadap perubahan iklim yang berdampak sistematik bagi hasil pertanian”, tambahnya.

Menurut dia, inovasi teknologi menjadi penting di saat pangan semakin berkurang, sayangnya, saat ini kurangnya informasi utuh tentang perubahan iklim dapat menghambat optimalisasi hasil produk pertanian dalam skala makro.
Sementara itu, Deputi Bidang Bioteknologi dan Agroindustri BPPT, Listyani Wijayanti menyatakan, teknologi diperlukan untuk mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional, terlebih dalam menghadapi perubahan iklim saat ini.
"Oleh sebab itu, teknologi menjadi elemen penting dalam memberikan dukungan terhadap pertanian," ucapnya.
 Diskusi Inovasi Teknologi Pertanian itu diprakarsai oleh Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Mapiptek) bekerja sama dengan Balitbang Pertanian Kementan di ruang Auditorium Balitbang Pertanian, Jakarta. Pada kesempatan tersebut hadir pula Kepala Bidang Bina Operasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) Budi Suhardi, DEA.

Sikap iri pada gaji Sertifikasi, Tak Mengurangi kepahlawanan Sejati seorang Guru


Hari itu langit masih agak gelap, suara jangkring masih terdengar kencang, jam baru menunjukkan jam setengah lima pagi, kabut dingin masih sangat terasa, ditambah jalan yang becek akibat guyuran hujan semalam, namun tak pernah menyurutkan niat pemuda yang satu ini untuk mengenyam pendidikan, Sani namanya. Jauhnya jarak yang harus di tempuh ke sekolah membuatnya harus lebih awal berangkat agar tidak terlambat nantinya, kalau di hitung kira-kira 30 kilo lebih jarak antar rumah dengan sekolahannya, tak hanya jarak yang jauh, dia juga harus mengayuh sepada tua untuk sampai ke sekolah, kala itu sebenarnya bis sudah ada namun keterbasan uang saku membuatnya lebih memakai sepeda. Dari rumah ia berangkat sendirian, namun setelah sampai di kota ada teman yang bersama-sama mengayuh sepeda. Di sekolahan dia mempelajari tentang keguruan, atau sering di sebut sekolah PGSD, ya PGSD, sekolah yang mungkin dulunya di pandang sebelah mata, mengingat dulu di jaman orde baru gaji karyawan pabrik lebih tinggi dari gaji guru, sehingga tak begitu banyak yang berminat ke sekolah guru. Di desa tempat ia tinggalnya pun para pemuda se usianya jarang yang meneruskan sekolah mereka lebih memilih bekerja,  bayang-bayang itu yang kadang-kadang membuat semangat Sani turun, mereka sudah mendapatkan uang, sedangkan dia masih harus sekolah dan bahkan mengurangi uang orang tua, namun tetap berkeyakinan bahwa hari ini prihatin terlebih dahulu nantinya akan menuai hasilnya.
            Suatu hari sekolah sedang libur semesteran, Sani habiskan waktu liburnya untuk membatu orang tuanya di sawah, ya, bantu mencabuti rumput, ataupun bantu-banu pekerjaan lain yang sekiranya bisa dia kerjakan, yang terpenting baginya tidak ada kata malas-malasan. Di pertengahan liburan, temennya datang kerumahnya, dia mau mengajak main kerumah temen sekelas mereka, yang rumahnya tak begitu jauh dari rumahnya, dengan gegas untuk mengurangi kejenuhan, Sani lalu minta izin untuk silaturahmi ke rumah temennya. Ke sana mereka berdua naik sepeda onthel, jalannya pun masih terbuat dari tatanan batuan, waktu itu ketika asyik ngobrol Sani melewati jalan yang berlubang, dan naas ia terjatuh ke sungai, tubuhnya membentur batu yang ada di sungai, mukanya luka lebam dan mengalir darah, dan ia pun mengalami patah tulang punggung yang serius, warga sekitar yang melihat kejadian langsung menolongnya dan membawanya kerumah sakit, di rumah sakit ia di perban hampir di seluruh tubuhnya, sebulan lamanya ia di rawat di rumah sakit. Sungguh malang nasibnya kala itu. Untuk membiayai pengobatan kedua orang tuanya hampir menjual semua harta benda yang miliki.
            Sebulan kemudian, ia sudah agak sembuh, namun belum total seperti sedia kala, pergi ke sekolahnya ia harus di antar oleh adiknya sampai ke jalan yang dilewati bus, lalu dia naik bus ke sekolahnya, dan sekarang dia lebih milih ngekos dekat sdekolahnya dengan alasan sakit yang masih membanyanginya. waktu itu ia hanya di beri uang saku seribu rupiah, seratus perak untuk adiknya, dua ratus untuk ongkos pulang pergi, dan sisanya untuk hidup seminggu di kos, kala itu harga nasi lauk + es teh masih seratus lima puluh rupiah. Jadi dengan uang segitu cukup tidak cukup harus cukup untuk seminggu.
            Hari demi hari ia jalani dengan penuh semangat  dan kesabaran, sampai akhirnya ia di nyatakan lulus. Namun setelah lulus dia tidak langsung menjadi guru, karena belum banyak di butuhkan tenaga guru, lalu dia terpaksa bekerja ke pabrik tekstil, tempat adiknya juga bekerja, di sana ia menemukan tamabatan hati yang juga karyawan di sana, karena sudah merasa cocok akhirnya menikah setahun kemudian mereka di karuniai seorang putra. Namun setelah itu mereka berdua memutuskan untuk keluar dari pabrik tempat mereka bekerja, lalu mereka mendapatka pekerjaan lain, si bapak bekerja di pabrik pupuk sedang ia bekerja sebagai guru seperti pekerjaan yang di harapkan dulunya walaupun menjadi tenaga honorer. tujuh tahun lamanya baru diakui oleh negara sebagai guru melalui pengangkatan menjadi PNS. Rasa syukur terpanjatkan kehadirat sang Khalik atas apa yang di peroleh sekarang, mengingat dulunya ia harus bersusah payah menempuh pendidikan yang jauh, serta melawan godaan dari teman-temannya dan akhirnya kini ia menuai hasilnya, sedangkan teman-temannya tadi masih belum terarah masa depannya. Namun di sisi lain dia merasa ilmunya kurang karena hanya lulusan PGSD atau setara dengan SMA, untuk itu dia melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi,.  Di pagi hari ia harus lebih awal bagun, unutk menyiapkan sarapan unutk keluarganya, siangnya di mengabdikan dirinya untuk menularka ilmunya, dan setelah itu dan akhirnya lulus pendidikan sarjana.
            Memasuki era presiden SBY guru mulai di perhatikan nasibnya, untuk menunjang kinerja guru, presiden memberi tambahan gaji, atau sering di sebut gaji sertifikasi dimana gajinya akan di tambah satu kali gaji pokok tiap bulannya. Kesempatan ini tak di sia-siakan oleh Sani, ia mengikuti tes, dan ia dinyatakan lolos, namun di sisi lain ia juga memiliki kewajiban yang besar untuk mendidik anak didiknya menjadi yang lebih baik.
            Suatu hari ketika berobat di puskesmas terdengar pembicaraan antara pegawai sana, “kog guru di perhatiin terus sama pemerintah, sekarang dapat sertifikasi malah kinerjanya sama aja, anakku sekolah gag pinter-pinter, malah tak tambah les” kata pegawai puskesmas tadi.
Di lihat dari percakapan tadi, terlihat sikap iri yang timbul, mengingat jika di hitung kerjnya sama sebagai PNS tapi gajinya lebih tinggi darinya dan kekecewaan oleh sebagian masyarakat kinerja apa yang di hasilkan, terutama mengenai kepandai murid yang di ajarinya, sekarang ini kebanyakan orang beranggapan bahwa pintar itu di tunjukan lewat nilai saja,. Namun anggapan ini sebenarnya tidak sepenuhnya tepat, mengingat penanaman etika atau norma-norma, rasa kebersamaan dengan orang lain ( social) harus di utamakan, pintar atau pandai saja tidak cukup, pintar kalau bikin sengsara orang lain sama saja menjadi boomerang bagi masyarakat atau bangsa. Jarang orang “bodoh” terlibat kasus-kasus korupsi. Pemerintah juga menyadari sudah hal ini, untuk itulah menggalakkan program penanaman karakter pada siswa. Tidak hanya itu, sebernaya pintar itu juga tak harus di lihat dari nilai saja, mungkin murid-murid ada kepandaian di bidang yang lainnya. Sebut saja pencipta mesin Honda, dia tidak mau belajar kecuali mengenai permesinan. Jadi kesuksesan guru mendidik murid jangan di lihat dari perolehan nilai saja, tetapi harus dari segi yang lainnya juga. Dan juga coba tengok perjuangannya dan keprihatinannya yang di lakukannya dulunya.


(1)       Mahasiswa Agroteknologi “A” 2012

Karya dari Mas Rizki tidak juga kalah ternyata, dari hasil tulisannya bersangkut paut dengan gaji seorang guru...selamat untuk mas

Kamis, 07 Mei 2015

EGO



Aku terdiam sejenak dan kemudian tenggelam lagi dalam anganku yang terhampar jauh dalam sanubari. Detik-detik cepat mengalun dan tak terasa hari telah saling berlomba untuk berlalu. Masih teringat jelas senyuman dan pelitaku yang telah meredup bersama daun-daun layu yang membusuk di tanah, menggembur dan kemudian menyatu lagi dalam hara dan menjadi bumi. Memang sudah sifat kodrati manusia punya waktu untuk mati, dalam perjuangan dan kepahlawanan memang hanya bisa dikenang dalam lembaran-lembaran penghargaan yang tersimpan dalam piruga abu-abu tua. Pahlawan /pah·la·wan/ n orang yg menonjol krn keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yg gagah berani. Begitulah definisi pahlawan yang kita ketahui selama ini.Pelitaku adalah juga seorang pahlawan. Beliau adalah satu dari sekian banyak tentara yang keberadaanya seperti figuran dalam film-film drama di TV. Diabaikan, dilupakan, tidak ada apresiasi yang berharga. Hanya ada foto dan lembaran-lembaran usang yang sudah berwarna kekuningan. Sama warna dengan gigi-gigi beliau yang telah menghilang satu demi satu. Wajah renta yang penuh keriput dan guratan-guratan perjuangan masa lalu itu selalu dihiasi dengan senyuman tulus dan tawa-tawa renyah. Pikirannyapun juga sudah keriput seperti wajahnya, untuk lansia berusia 80 tahunan sangatlah wajar bila dia mengidap penyakit pikun. Hal yang amat disayangkan beliau harus tutup usia ketika diriku masih sangat belia. Beliau adalah salahsatu pahlawan negara, seorang putra bangsa yang telah mengabdi untuk memerdekakan rakyat Indonesia. Salah satu pahlawan favoritku.
Aku menghembuskan nafas dengan pelan dan panjang. Kini mataku beralih ke pigura-pigura merah bata yang terpajang tak jauh dari foto kakekku. Ayahku, my super hero. Beliau adalah pahlawan yang paling aku hormati dan aku sayangi. Beliau rela merantau bertahun-tahun, jauh dari anak dan keluarga sejak diriku belum dilahirkan. Seorang pekerja keras yang tidak pernah pantang menyerah. Pundi-pundi rupiah untuk makan sehari-hari ditabungnya untuk membeli segala macam kebutuhan keluarganya. Seorang laki-laki keras kepala yang mampu melindungi dan memayungi keluarganya dengan sangat baik. Tangan besarnya terasa sangat hangat dan nyaman, seolah beliau adalah mentari yang dibalut kain sutera. Rangkulannya sangat membuatku bahagia dan membuatku merasa aman. Walaupun usahanya kini telah menuai hasil yang sangat mumpuni, beliau tidak pernah berhenti tak pernah puas dan tak pernah berfoya-foya. Kami hidup sederhana walaupun segalanya sudah tersedia dan tercukupi. Aku sangat bahagia dengan gaya hidup keluarga kami yang sangat menekankan pada keprihantinan yang jauh dari kata mewah. Bagi beliau tak apalah makan tempe, asalkan anaknya bisa makan ayam. Dahulu beliau hanya pulang sebulan sekali atau kadang 2 bulan sekali, naik bis, walaupun sebenarnya beliau mampu untuk naik pesawat kapanpun itu. Semua kembali lagi untuk kami, untuk aku, untuk keluarga kecil kami. Sengatan kecil menyetrum kalbuku setiap kali menghantarkan Ayah merantau. Air mataku terkadang tidak mampu membendung lagi rasa rindu ini. Peluh-peluh beliau yang kunikmati setiap hari adalah bukti bahwa beliau sangat menyayangi diriku, seorang anak yang selalu menuntut dan menuntut. Terkadang aku mengabaikan beliau, mencemooh, atau bahkan membangkak, seolah melupakan siapa orang terpenting yang rela menyokong hidupku sejak lahir hingga aku dewasa kelak. Rasa sayangku terhadap beliau sudah tidak dapat terbendung ketika diabetes beliau sangat menghawatirkan, berulang kali terkena tipes karena pola makan yang tidak benar, karena seorang perantau sibuk dan stress berkepanjangan seperti beliau tidak pernah memperhatikan makanan, asal kenyang saja. Sehingga beliau harus berkali-kali keluar masuk rumah sakit sendirian, tanpa anak dan istri yang menemani beliau. Bayangkan betapa kerasnya hidup beliau, rambutnya rontok sedikit demi sedikit karena stress yang berlebihan. Fisiknya yang sebelumnya gendut dan kuat, sekarang sangat kurus dan rapuh. Sehingga memaksa beliau untuk mengundurkan diri dari perusahaan dan pulang kembali untuk berkumpul bersama kami dirumah. Betapa berat bagi beliau untuk melepas pekerjaan ini walaupun kenyataanya tabungan dan investasi beliau sudah lebih dari cukup untuk membiayayaiku sampai aku bisa berdiri sendiri. Usaha dan tanggung jawabnya tidak pernah berhenti walaupun penyakit siap menggerogotinya sedikit demi sedikit.
Saat aku menengok jam, aku tersadar dari lamunan masa laluku bahwa aku sudah hampir terlambat untuk kuliah. Dengan segera aku memasukkan sumber-sumber ilmu kedalam tasku, dan kupacu si merah menuju kampusku tercinta.
Saat aku menyadari betapa sepinya dunia ini ketika aku sendirian dan kesepian, aku berjalan meniti jalanan kampus dengan kaki-kakiku yang lelah. Begitu aku menyadari betapa sulitnya dunia yang baru. Betapa sulitnya beradaptasi dengan lingkungan baru. Air mataku dapat terus beriringan berlomba dengan peluhku, mencari pemenang siapa yang akan diusap terlebih dahulu. Saat-saat inilah aku merindukan salah satu sosok pahlawan yang aku rindukan, sahabatku. Amat sulit hidup diperantauan seperti aku. Ketika harus berpisah dengan keluarga dan sahabat. Aku membutuhkan sahabat untuk melewati semua masalah yang aku hadapi. Aku butuh orang yang dapat mengerti, memahami, dan membantuku keluar dan sabar menghadapi masalah. Tapi saat kami berpisah... aku kini harus berjuang sendiri, mencari arti dan memecahkan semua urusanku sendiri. Wahai sahabat, kalau kau mendengarku sekarang, aku sangat ingin memeluk dan menangis bersamamu. Peranmu sangat aku butuhkan saat ini, pahlawanku. Aku berhenti berjalan. Kakiku gemetar sehingga aku harus berjongkok agar tubuhku tidak limbung. Siapa yang akan menyelamatkan aku? Aku sendirian! Disela-sela isakku, seorang nenek tua yang berwajah bersih datang menghampiriku dan menepuk pundakku. “Nduk, kenapa kok nangis?” Kata nenek itu lembut. Dengan terisak aku menjawab, “Iy.. iya, Nek. Saya tidak kenapa-kenapa kok, cuma merasa sendirian aja.” Nenek itu membelai rambutku perlahan. “Hidup itu kamu sendiri yang menentukan. Ingat, kamulah pahlawan untuk dirimu sendiri, bukan siapa-siapa.” Aku kaget mendengar ucapan nenek tersebut. Bagaimana bisa dia mengerti jalan pikiran aku? Ketika aku hendak menatap nenek itu, sosok nenek itu telah hilang!
So let me go.
I don’t wanna be a heroes.
I don’t wanna be a big man.
I just wanna fight like everyone else.
Aku adalah aku. Akulah yang menentukkan hidupku. Bukan kakekku, ayahku, ataupun sahabatku. Sederetan orang-orang itu adalah pahlawan, pahlawan yang memang harus aku kenang. Tapi aku tidak akan terus bergelantung pada mereka. Aku memang tidak akan pernah menjadi pahlawan bagi siapapun, dan aku yakin itu. Aku tidak ingin mencari simpati dari oranglain. Aku yang sekarang hanya ingin berjuang seperti individu-individu yang lain. Menjadi pahlawan untuk diriku sendiri, bukan untuk dikenang, dielu-elukan, atau untuk menjadi terkenal. Aku harus memperaiki sikap dan egoku, belajar untuk melihat dunia dan melihat peluang. Karena rencana tuhan siapa yang tau kan?

Afina Nadida 20140220093
23 November 2014, 20:59

Cerita yang sangat menyentuh. Seperti kehidupan yang selalu kita hadapi....mahasiswa berprestasi angkatan 2014 Agribisnis telah menjadi pemenang tervaforit...selamat atas prestasinya..selalu berkarya sampai akhir hayat, ditunggu karya di Writing Contest 2 ^_^